Friday, November 14, 2014

Umat Katolik Harus Aktif Menyapa Umat Lain

Dialog antarpemeluk agama merupakan keharusan. Dialog tercipta karena ada kebutuhan untuk menjembatani perbedaan-perbedaan yang hakiki antarpenganut agama. Gereja Katolik dalam berbagai dokumen mengungkapkan betapa pentingnya dialog. Dalam ensklik Ecclesiam Suam, Lumen Gentium, Nostra Aetate, serta Dialog and Mission mendorong Gereja Katolik untuk melakukan dialog dengan agama lain. Selain itu, Gereja Katolik mendorong umatnya untuk terlibat aktif dengan umat agama lain untuk melakukan hal yang sama.

Demikian salah satu poin penting dalam seminar kerukunan umat beragama dengan teman “Peranan Umar Beragama dalam Membangun Dialog demi Terwujudnya Kerukunan dan Sikap Toleransi” . Seminar ini diselenggarakan oleh Seksi HAK dan Kerawam Paroki St. Yusup, Karangpilang, Surabaya, Minggu (10/8/2014) di Aula TK St. Yusup. Pembicara yang dihadirkan Romo Luluk Widyawan, Ketua Komisi HAK Keuskupan Surabaya, dan Kiai Haji Chalimi, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Surabaya. Pesertanya pengurus wilayah dan lingkungan, tokoh masyarakat, pengurus RT/RW, dan lurah sekitar Gereja Katolik St. Yusup.

Romo Luluk menegaskan, keterlibatan Gereja Katolik dalam dialog merupakan sejarah panjang sejak Paus Yohanes XXIII yang membuka tabir eksklusivisme Gereja, kemudian dilanjutkan Paus Paulus VI yang mewarisi semangat pendahulunya. Gereja menyadari dirinya, melakukan pembaharuan, pencetusan pembaharuan dialog.

Dialog lahir dari belas kasih Allah, karena “begitu besar kasih Allah akan dunia, sehingga Ia telah mengaruniakan anak-Nya yang tunggal (Yoh 3:16). Dalam mengadakan dialog dengan sesama manusia, jangan kita menunggu diundang. Gereja harus mengambil inisiatif dialog, sebab Allah telah lebih dahulu mengambil inisiatif karya penyelamatan. Ecclesiam Suam menyajikan teologi dialog dan kolaborasi dengan agama-agama lain. Pada tahun 1964 Paus mendirikan Dewan Kepausan untuk urusan agama non-Kristen, menegaskan pentingnya pendekatan baru untuk agama-agama lain.

Sedangkan untuk mewujudkan kerukunan di sekitar kita, yang bisa kita lakukan, menurut Romo Luluk, kita perlu mendata, mengenal, melakukan dialog dengan tokoh atau organisasi keagamaan lain di sekitar gereja. Melakukan pemetaan sosial situasi, mengadakan kunjungan/dialog agama, mendengarkan dari pihak-pihak yang berkonflik dan membuat rekomendasi demi kebaikan bersama. 

Mengadakan kunjungan dialog ke kantor pengurus pusat/majelis agama, memahami apa yang sebaiknya dilakukan dan apa yang sebaiknya tidak dilakukan, berkenaan dengan relasi, kegiatan keagamaan/lintas agama. Mengadakan kegiatan sosial, diskusi, seminar, olahraga bersama, pentas seni, mengundang tokoh/umat beragama lain.  Mengunjungi dan mengucapkan selamat hari raya umat lain, menghadiri pertemuan yang difasilitasi FKUB provinsi/kabupaten/kota, memberikan sosialisasi PBM.  Mengadakan pertemuan lintas agama, mengadakan siaran pers, tampil bersama di radio atau TV lokal dalam siaran dialog lintas agama.

Sedangkan Haji Chalimi sebagai Ketua FKUB memandang pentingnya kerukunan antarumat beragama. Setiap pemeluk agama dijamin haknya untuk menjalankan ibadah sesuai agama masing-masing. Bahkan, hak tersebut dijamin oleh negara. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah membentuk Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Keanggotaan FKUB yang terdiri dari Islam,  Katolik, Kristen (Protestan), Hindu, Buddha, dan Konghucu.

Peran FKUB dalam menjalin dan menjalankan kerukunan umat beragama dapat berperan sebagai fasilitator, mediator, advokasi, dan partner pemerintah. Ketika ada persoalan atau perselisihan antarumat beragama FKUB diharapkan mampu berperan untuk menyelesaikan. Namun demikian, ada kendala di di lapangan. Di antaranya, menurut Chalimi, adanya kesenjangan rumah ibadat di daerah sekitar karena tidak sesuai dengan jumlah yang pemakai. Adanya rumah ibadat yang diprotes warga. Lingkungan sekitar rumah ibadat yang sangat fanatik. Adanya konflik internal agama seperti banyak aliran atau sekte. 

Menurut dia, upaya yang dilakukan adalah melakukan dialog, saling mendengarkan, dan tidak memaksakan kehendak. "Agar bisa tercapai suatu solusi," ujarnya.  (Silvester Woru)

No comments:

Post a Comment