Wednesday, November 12, 2014

Antara Cinta dan Panggilan

Oleh SUSANTO YULIUS 
Formandi STPD dan Mahasiswa Filsafat UKWMS

Panggilan dan cinta tak akan mungkin terpisahkan satu sama lain. Panggilan tumbuh berkat adanya sebuah rahmat akan cinta yang terwujud dalam pemberian diri total. Demikian pula cinta, ia tumbuh berkat panggilan dari Kristus untuk saling mengasihi satu sama lain. Cinta itu terwujud dalam sakramen. Mengapa sakramen? Karena sakramen Gereja merupakan buah kurban penyelamatan Yesus di salib.

Gereja Katolik memiliki tujuh sakramen: Sakramen Inisiasi Kristen (Sakramen Pembaptisan, Penguatan, dan Ekaristi Kudus), Sakramen Penyembuhan (Sakramen Tobat dan Pengurapan Orang Sakit), dan Sakramen Persekutuan/Perutusan (Sakramen Imamat dan Perkawinan).

Seseorang yang sudah dibaptis dan menerima sakramen penguatan dapat menerima perutusan istimewa dalam Gereja, dengan dua sakramen khusus, yakni Sakramen Imamat Suci atau Perkawinan. Dua sakramen itu dipilih berdasarkan pilihan bebas manusia, tanpa ada paksaan di luar dirinya. Mereka yang menerima sakramen ini terdaftar sebagai pelayan Allah. Kedua sakramen ini memiliki persamaan, yaitu ditujukan untuk kebaikan orang lain. Tidak ada yang ditahbiskan untuk dirinya sendiri, dan tidak ada yang menikah untuk kepentinganya sendiri.

Sakramen Imamat dan Sakramen Perkawinan dianugerahkan untuk membangun umat Allah. Dengan kata lain, keduanya merupakan saluran kasih Allah bagi dunia.

Perlu kita sadari, Imamat dan Pernikahan mengarahkan manusia pada kekudusan. Kekudusan itu bukan hanya miliki  saya dan Anda, tetapi milik semua orang. Karena, setiap manusia dipanggil untuk menjadi kudus. Panggilan hidup kudus ini merupakan sesuatu yang sangat penting bagi setiap manusia, karena kekudusan itu manusia dapat menemukan arti hidup sesungguhnya yang mengarahkan diri pada kebahagiaan sejati.

Kekudusan yang disadari oleh manusia dengan keterbukaan diri akan pemaknaan setiap pengalaman akan Allah, secara tidak langsung membentuk sebuah persekutuan yang erat denagn Allah dan Sesama dalam ikatan kasih. Melalui ikatan kasih itulah, manusia menjadikan hidupnya lebih berarti dan bahagia, sebab sejak semula memang Allah menciptakan kita agar kita beroleh kebahagiaan.

Kekudusan yang diperoleh oleh manusia bukanlah dari hasil jerih payahnya sendiri, tetapi kekudusan itu diterima oleh manusia sebagai sebuah rahmat yang kita peroleh dari Kristus sendiri sebagai sumber kekudusan. Kristuslah yang memanggil diri kita karena cinta-Nya kepada manusia. Ia mengajak kita untuk mengambil bagian di dalam misteri keselamatan-Nya.

Dasar dari panggilan Kristus kepada kita untuk ikut serta dalam mengambil bagian di dalam misteri keselamatan adalah  kerendahan hati. Kerendahan hati membuat kita selalu menyadari kelemahan kita dan bergantung kepada rahmat Tuhan. Hal ini juga dapat diterapkan dalam hal iman, sehingga iman berarti kerendahan hati secara rohani yang melibatkan akal budi, sehingga seseorang dapat menerima kesaksian Tuhan tentang diri-Nya, tentang manusia, dan semua realitas kehidupan, daripada memegang pendapat sendiri.

Menurut St. Agustinus, kerendahan hati adalah penyerahan diri kepada Tuhan sehingga kita berusaha untuk menyenangkan hati Tuhan (bukan diri kita sendiri) di dalam segala perbuatan kita.

Penulis sebagai pribadi yang terpanggil melontarkan sebuah pertanyaan kepada pembaca, khususnya kaum muda, “Sudahkah kita sebagai kaum muda dengan rendah hati menyadari panggilan hidup kita? Terutama  panggilan hidup untuk menjadi seorang imam, biarawan, dan biarawati.

Saat ini Yesus datang kepadamu bukan untuk meminta derma (uang, emas, perak, dsb), melainkan dirimu sendiri. Jika Tuhan menghendaki, dan jika kamu terbuka, Dia meminta agar mempersembahkan masa mudamu, kebebasaanmu, kemampuanmu untuk bekerja di ladang anggur Tuhan.”

Hai orang muda, jangan menutup hatimu untuk mendengarkan panggilan dari-Nya menjadi seorang imam, biarawan dan biarawati. Siapakah yang melayani Gereja jika panggilan menjadi imam tidak ada? Saat imam tidak ada, perayaan kurban tidak terjadi, dan saat perayaan kurban tidak terjadi tidak keselamatan bagi jiwa-jiwa. (*)

No comments:

Post a Comment