Wednesday, November 12, 2014

Paroki Redemptor Mundi Gelar Wayang Kulit

Gandeng Empat RW dan Gereja HKBP Rayakan HUT Kemerdekaan RI


Perang antara Kurawa melawan Pandawa merupakan cerita menarik yang dikisahkan dalam dunia perwayangan. Episode Pandawa Boyong mengisahkan konspirasi Kurawa untuk mengalahkan Pandawa. Di atas kertas, Pandawa jelas menang melawan angkara murka Kurawa, yang dikisahkan dalam perang Baratayudha. Dengan kebijaksanaan dan perjuangan, para Pandawa akhirnya berhasil merebut Kerajaan Astinapura, milik pusaka  mereka meskipun sudah tak punya apa-apa lagi.

Namun, pada suatu kesempatan, Prabu Destrarasta dan Dewi Gendari sebagai orang tua Kurawa berencana untuk membunuh Werkudoro alias Bima, salah satu ksatria Pandawa, dengan cara yang licik. Bangsa Kurawa dan Pandawa saudara sepupu. Mereka lahir dari nenek moyang yang sama, yaitu Wicitrawirya. Namun, angkara murka menguasai bangsa Kurawa sehingga mereka merebut dan ingin merebut Kerajaan Astinapura milik bangsa Pandawa.

Dalam permainan judi, dengan kelicikan, Kurawa berhasil mengalahkan Pandawa. Apa permintaan Kurawa? Pandawa harus meyerahkan Astinapura. Tentara kerajaan, bahkan istri mereka berlima, yaitu Dewi Drupadi, sebagai taruhan judi. Pandawa diusir ke hutan dan jatuh miskin. Dalam pengasingan, Pandawa  menyusun kekuatan untuk merebut kembali Astinapura. Rakyat pun ikut membela Pandawa untuk melawan Kurawa. Pasalnya, selama dalam kekuasaan Kurawa, rakyat berada dalam kemiskinan.

Di pengasingan, Pandawa menyusun kekuatan untuk merebut kembali Astinapura karena kepemimpinan Kurawa yang angkara murka, akan menyusahkan rakyatnya. Akhirnya, pecahlah perang saudara antara Pandawa dan Kurawa, antara kebaikan dan kejahatan, antara keluhuran dan kesewenang-wenangan, yang kita kenal dengan perang Barathayudha Binangun yang berlangsung selama 18 hari.

Cuplikan epos Mahabarata di atas dikisahkan dalam pergelaran wayang dengan dalam Ki Surono Gondo Taruno dalam lakon Pandawa Boyong di lapangan futsal, Gereja Paroki Redemptor Mundi, Dukuh Kupang Barat, Surabaya, Jumat (22/8) malam. Acara ini dalam rangkaian HUT ke-669 Proklamasi Kemerdekaan RI yang tahun ini melibatkan empat rukun warga (RW) di sekitar Dukuh Pakis, Gereja HKBP, dan Paroki Redemptor Mundi sebagai tuan rumah.

Kisah Mahabarata sarat dengan pesan moral yang agung. Tak selamanya kebaikan senantiasa menang. Ada kalanya kebaikan dikalahkan kejahatan. Namun, kebaikan tidak dapat musnah dan ditutupi oleh apa pun yang menjadi penghalang. Pada saatnya kebaikan akan bersinar menerangi dunia.

Pertunjukan wayang kulit merupakan puncak dari rangkaian kegiatan peringatan Hari Kemerdekaan. Acara tersebut diawali dengan jalan sehat yang melibatkan ratusan warga dari empat RW, umat Katolik Paroki Redemptor Mundi, serta jemaat Kristen Protestan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).  Pastor Paroki Redemptor Mundi, Romo Andreas Kurniawan, OP, selain didaulat melepaskan keberangkatan peserta jalan sehat, juga ikut berjalan bersama para ketua RW, masing-masing Syamsudin (Ketua RW III Dukuh Pakis), Lala Darwanto (Ketua RW III Dukuh Kupang), Gunadi (Ketua RW IV Dukuh Pakis), Holisia (Ketua RW VIII Dukuh Kupang), serta Pendeta Bernard Pasaribu dari HKBP sejauh lima kilometer.

Puncak perayaan diadakan dua kegiatan berturut-turut, 21-22 Agustus 2014. Pada 21 Agustus malam digelar bazar yang pembukaan diawali dengan pertunjukan reog pimpinan Antonius Djani Murtodjo. Kemudian pada 22 Agustus diadakan pergelaran  wayang pimpinan Ki Surono Gondo Taruno. Kegiatan ini mengundang perhatian warga masyarakat dari keempat RW dan luar wilayah itu.

Ketua panitia Theodorus Warman dalam kesempatan itu berterima kaish kepada semua pihak, khususnya para ketua RW dan jajarannya, serta semua warga yang begitu semangat dan memberi respons positif untuk kegiatan ini. Warman juga memuji karang taruna yang sama-sama berbaur dengan para OMK gereja.

Ketua RW III, Syamsudin, yang mewakili empat RW, mengatakan, kegiatan seperti ini harus didukung dan ditiru karena sangat positif bagi masyarakat. Kegiatan ini menjadi perekat antara masyarakat sehingga tidak perlu lagi memperdebat soal perbedaan. Syamsudin juga mengusulkan kegiatan semacam ini hendaknya diadakan setiap tahun dengan menampilkan seni tradisional seperti wayang.

AY Soewanto, Ketua Seksi hubungan Antaragama (HAK) Paroki Redemptor Mundi, mengatakan sudah lama ide ini muncul dari pikirannya. Dia pun berterima kasih karena Romo Andreas Kurniawan merespons dengan baik ide tersebut. "Saya ingin Gereja Redemptor Mundi lebih dekat dengan masyarakat sekitar. Kita hidup mempunyai tetangga dan harus rukun dengan warga sekitar kita. Makanya, kita harus merangkul  masyarakat sekitar kita," tutur Soewanto.

Kalau Gereja sudah dekat dengan masyarakat, lanjut pensiunan TNI AL ini, Gereja bisa berkomunikasi secara baik. Salah satu contoh, ketika pada  misa Minggu sore di Jalan Dukuh Kupang Timur, ada kegiatan acara warga. "Saya minta tolong agar loud speaker-nya jangan keras-keras dan tidak menghadap ke gereja. Mereka menerima dengan baik. Nah, itu salah satu tujuan saya," tutur pria berusia 71 tahun ini.

Dengan kegiatan tersebut, kata ayah satu putri ini, secara tidak langsung Gereja Redemptor Mundi ikut menggalang persatuan dan merangkul perbedaan. Selain itu, Gereja RM ikut bermisioner, menjadi garam dan terang, bagi yang lain. (herman/ina)

No comments:

Post a Comment