Wednesday, November 12, 2014

Stasi St Maria Trenggalek perkuat KKU

Gerakan membentuk Kelompok Kecil Umat (KKU) rupanya merambah sampai ke seluruh pelosok Keuskupan Surabaya. Berpola pada rumusan ARDAS: Gereja Keuskupan Surabaya sebagai persekutuan murid-murid Kristus yang semakin dewasa dalam iman, guyub, penuh pelayanan, dan misioner, tahun ini keuskupan mengambil fokus KKU dan Kelompok Kecil Misioner (KKM).

Di tengah situasi zaman yang semakin canggih, nilai-nilai kekristenan mulai ditinggalkan. Arti penting persekutuan (communio) antar murid Kristus bahkan mulai dilupakan. Lihat saja budaya individualisme yang marak di kota-kota besar. Akibatnya, tiada tegur sapa dan peneguhan antar umat beriman. Semua serba menutup diri. Masalah yang dihadapi seorang umat terpaksa harus ia hadapi sendirian karena tiada ‘wadah’ untuk mencurahkan isi hatinya. Karena alasan inilah konsep KKU dicetuskan.

Bapak-bapak Stasi St. Maria Trenggalek punya cara tersendiri dalam merealisasikan KKU. Mereka berkumpul bersama di gereja stasi mulai pukul 21.00 sampai selesai. Pada saat itulah aktivitas kerja telah selesai sehingga kondusif untuk berkumpul. Di sana mereka saling membagikan pengalaman hidup diterangi bacaan Injil.

Sebenarnya kelompok bernama SEMAR (Sharing Santa Maria) ini belum lama muncul. Adalah Pak Bambang yang pertama kali mengusulkan untuk saling berkumpul bagi umat Stasi Trenggalek usai ibadat atau misa Novena Roh Kudus. Pada mulanya yang datang hanya segelintir umat, namun sekarang sudah mencapai 10 orang. Nama Semar diambil karena dalam wayang tokoh ini hadir sebagai pengayom dan pelindung. Selain itu nama St. Maria juga disisipkan di sana, sesuai dengan pelindung stasi ini.

Sharing dilakukan secara informal. Setiap anggota bisa mencurahkan isi hati dan refleksi hidupnya. Acara dimulai dengan doa dan bacaan Injil. Injil yang dibacakan sebelum sharing diharapkan menerangi sekaligus menjadi pusat pembicaraan. Acara ditutup dengan doa Bapa Kami sembari bergandengan tangan.

Jalannya sharing menjadi seru karena anggota yang lain saling menangapi sekaligus meneguhkan. Dengan demikian, mereka makin mengenal antar pribadi. Masing-masing anggota merasa nyaman karena uneg-uneg mereka didengarkan dan dibantu untuk menemukan solusinya. Tak jarang muncul usulan-usulan kreatif dari mereka terkait kegiatan menggereja sehingga dinamika umat benar-benar hidup.

Semar menjadi contoh yang baik dimana gereja hidup apabila ikatan persekutuan umat beriman juga erat. Setiap kemajuan hidup menggereja dimulai dari akar rumput. Mengingat pentingnya KKU semacam ini, maka Semar akan tetap diadakan meskipun Novena telah usai. Sekurang-kurangnya tiap malam Jumat mereka akan berkumpul di gereja dan saling berbagi cerita.

Ketika ditanya adakah aksi nyata dari Semar, Pak Bambang menjawab bahwa mereka akan menjadi pionir yang aktif dalam hidup menggereja. Mereka akan datang pada setiap misa, ibadat, dan doa lingkungan. Harapannya mereka dapat menggerakkan umat yang lain untuk aktif menggereja dan membangun persekutuan.

Semar menjadi saksi bahwa di tengah zaman yang serba canggih dan individualisme berkembang di mana-mana, persekutuan umat beriman tetaplah penting. Bagaimanapun gereja dapat bertahan selama kurang lebih 2.000 tahun karena mendasarkan diri pada persekutuan di mana Yesus Kristus sendiri sebagai Sang Gembala Utama. (*)

Oleh: Fr. Titus NH.

No comments:

Post a Comment