Acara dikemas dalam bentuk lomba unjuk kreativitas tari tradisional nusantara untuk pelajar Sekolah Dasar Katolik (SDK) di Kota Surabaya. Ada 12 SDK yang berpartisipasi, yaitu SDK St. Aloysius, SDK Stella Maris, SDK St. Theresia I, SDK St. Theresia II, SDK Yohanes Gabriel, SDK Caritas I, SDK St. Maria Regina, SDK St. Clara, SDK St. Angela, SDK St. Yusup Tropodo, SDK St. Xaverius, dan SDK St. Yosep.
Romo Tondo, yang masih kerabat dekat Raden Ajeng Kartini, pejuang emansipasi wanita Indonesia, mengajak semua peserta lomba berparade terlebih dahulu saat pembukaan sambil menyanyikan lagu-lagu daerah seperti Ampar-Ampar Pisang, Yamko Rambe Yamko. Selanjutnya, menyanyikan lagu Satu Nusa Satu Bangsa.
Romo Tondo beperan sebagai dirigen. Gaya membiramanya sangat luwes. Hal ini tentu tidak mengherankan karena Romo Tondo ternyata pernah menempuh spesialisasi dalam bidang musik untuk Komposisi dan Dirigen dan Musik Liturgi di Venezia, Italia. Ia juga menulis buku teknik vokal dan dirigen.
Acara berlanjut ke unjuk kebolehan setiap peserta. Beragam tari tradisional ditampilkan seperti tari Jaipong, Merak, Jaran Kore, Boneka. Siswa-siswi SDK Santo Yusuf, Tropodo, menampilkan Tari Kolaborasi Nusantara dengan kolaborasi tiga jenis tarian, yaitu Ngapoteh dari Madura, Perang dari Pedalaman Dayak, dan Tari Indang Badinding dari Aceh. Ketiga tarian ini diiringi musik live angklung dan gamelan.
Tarian ini, menurut Ibu Lucy, pembina tari SDK Santo Yusuf Tropodo, diciptakan dengan tujuan meningkatkan persaudaraan, kesatuan, dan persatuan bangsa Indonesia. SDK St. Aloysius menampilkan tarian Egon Senterewe. Musik yang rancak dan dinamis khas Jawa Timur mengiringi anak-anak menari sejenis Jaranan. Tarian yang berkembang di daerah Kediri, Trenggalek, Tuluangagung, ini mengutamakan kreativitas gerak, kekayaan, dan kepadatan gerak. Tontonan yang menarik ini di daerahnya mulai ditinggalkan masyarakat seiring perkembangan zaman.
Para undangan, pengunjung, dan peserta lomba tari secara tidak langsung diajak mengenal dan menyaksikan keanekaragaman budaya Indonesia baik lewat iringan musik, lagu, dan tari-tarian yang dibawakan oleh para peserta. Hal ini sesuai dengan gagasan dan harapan Romo Tondo. Pastor senior ini prihatin karena di zaman modern ini seni tradisional makin pudar dan dilupakan orang, khususnya kalangan muda.
Romo Tondo ingin agar seni tradisional dapat dilestarikan kembali. Seni tradisional merupakan warisan, harta yang paling berharga untuk tetap dimiliki, dibanggakan, dan dikembangkan. Kegiatan ini juga diharapkan membantu pemerintah menumbuhkan rasa nasionalisme sejak dini dalam diri generasi muda.
"Saya mau, melalui perayaan ulang tahun ke-80 ini, menyumbangkan sesuatu yang berharga, yang mempunyai nilai untuk nusa dan bangsa saya melalui pentas seni budaya. Bisa paduan suara, tari tradisional, dan kesenian tradisional lainnya," ujar Romo Tondo. (Lana Sari)
No comments:
Post a Comment