Berdirinya Paroki Resapombo yang sebelumnya berada di wilayah Paroki St Petrus-Paulus Wlingi, Blitar, tidak dapat dipisahkan dari RD Fransisco Lugano pada 1967. Saat itu pemerintah RI menginstruksikan bahwa semua warga negara Indonesia wajib memeluk agama. Kehadiran RD Lugano untuk memperkenalkan iman Katolik di Resapombo dan sekitarnya. RD Lugano menemui Kepala Desa Resapombo yaitu bapak Boiman dan kemudian mengumpulkan semua kepala dusun (kamituwa) di Resapombo untuk diajak bermusyawarah menjadi satu dalam agama Katolik.
Saat itu penduduk yang mayoritas anggota Partai Nasional Indonesia (PNI) merasa belum memiliki agama yang kuat. "Waktu itu warga masih ngambang, masih bingung mau memiliki kepercayaan apa," kata Suwarno, pengurus BGKP Paroki Resapombo.
Suwarno sendiri masih ingat kedatangan RD Lugano ke Desa Respombo. Romo asal Italia ini bersahaja, ramah, dan tidak membeda-bedakan satu dengan yang lainnya. Ini sangat mempengaruhi sudut pandang umat sehingga mereka akhirnya bersatu untuk mengimani iman Katolik. Selain itu, tata cara dalam agama Katolik juga lebih mudah. "Lebih nasional" jelas Suwarno.
Kehadiran RD Lugano dalam pengajaran iman Katolik dibantu oleh seorang penerjemah, yaitu Bapak Sudiarto dari Kenongo, Wlingi. Sudiarto sendiri sudah memeluk agama Katolik semenjak zaman Belanda. Pada tahun 1972 muncul beberapa pengajar agama Katolik di Resapombo, yaitu Bambang J. Heri, Petrus BA, Darmo Guru, yang dibantu oleh Petrus Subandi, Paulus Mul Meseran, Katiran, Gimun, Mulya Utomo dan Warsito. Pada perkembangannya, muncul baptisan pertama pada 1968 sebanyak 50 orang dan pernikahan pertama sebanyak 15 pasangan.
Pada tahun 1972 jumlah umat di Resapombo 748 jiwa yang terdiri dari 157 KK. Jika melihat perkembangan umat, RD Soni menjelaskan bahwa perkembangan umat bisa ditilik dari dua sisi. Sisi pertama adalah dilihat dari perkembangan umat pada awal pewartaan hingga saat ini mengalami penurunan. Dahulu dari enam dusun, lima dusun di antaranya menjadi stasi. Bahkan, Kepala Dusun adalah pemeluk agama Katolik. Namun, dalam perkembangannya, karena kurangnya gembala yang membimbing umat, maka umat Katolik kurang berkembang pesat.
Namun, di sisi lain secara grafik umat, baptis dewasa mengalami perkembangan, juga pembaharuan Katolik. Saat ini jumlah umat sebanyak 1.673 jiwa yang terdiri dari 573 KK yang tersebar di wilayah Pusat (Resapombo) sebanyak 189 KK (549 jiwa), Stasi Salamrejo sebanyak 127 KK (392 jiwa), Stasi Purworejo sebanyak 92 KK (276 jiwa), Stasi Bambang sebanyak 27 KK (81 jiwa), Stasi Tulungrejo sebanyak 30 KK (75 jiwa), Stasi Wonorejo sebanyak 28 KK (80 jiwa), Stasi Sumberbendo sebanyak 17 KK (50 jiwa), Stasi Banjarsari sebanyak 22 KK (59 jiwa), Stasi Cungkup sebanyak 41 KK (111 jiwa).
Sebelum memiliki gedung gereja, peribadatan dilakukan di rumah-rumah umat. Rumah pertama yang ditempati adalah rumah Karto Kabul yang beragama Hindu namun memiliki anak yang beragama Katolik, yaitu Y Suwarno. "Dulu kalau misa sering berpindah-pindah. Bahkan rumah saya juga dipakai untuk misa. Saya sendiri dinikahkan romo di rumah saya ini," cerita Suwarno.
Pada tahun1974 RD Lugano membeli tanah dari Wagiran untuk dibangun gereja yang dimulai pembangunannya pada tanggal 27 November 1978 dan kemudian diberi nama Gereja St Yohanes sebagai penghormatan terhadap nama baptis Kepala Desa Resapombo Yohanes Boiman. Namun, pada tahun 1989 gedung gereja dibongkar dan dibangun gedung gereja joglo. Tahun 2006 pembangunan gedung gereja dilakukan kembali dan tanggal 4 Oktober 2009 diresmikan oleh Uskup Surabaya Mgr V. Sutikno Wisaksono.
Pada tanggal 4 Oktober 2011 diresmikan sebagai kuasi paroki oleh Vikjen Keuskupan Surabaya, RD Agustinus Tri Budi Utomo dan nama pelindung menjadi Santo Fransiskus Asisi sebagai bentuk penghormatan kepada RD Francesco Lugano yang merupakan perintis Gereja Resapombo. Perubahan nama ini atas usul RD Matheus Suwarno. Pada tanggal 20 september 2014 stasi bertambah tiga lagi sehingga keseluruhan stasi adalah Stasi St Petrus Purworejo, Stasi Santa Maria Salamrejo, Stasi St Paulus Bambang, Stasi St Antonius Tulungrejo, Stasi St Gabriel Wonorejo, Stasi Corpus Christi Sumberbendo, Stasi Aloysius Banjarsari, Stasi St Fransiskus Xaverius Cungkup.
Pada tanggal 5 Oktober 2014 Mgr V. Sutikno secara resmi mengubah kuasi menjadi paroki. (*)
No comments:
Post a Comment